BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 30 April 2010

GEISHA KEMBANG SAKURA

”GEISHA adalah seorang artis dari dunia yang mengapung, dia menari, dia menyanyi,-
dia menghibur dengan cara apapun yang kau inginkan”
(Suatu kalimat dari film : Memoirs of a GEISHA)

GEISHA (Bahasa Jepang : 芸者 ; Seniman), ada juga yang menyebutnya dengan sebutan GEIKO, adalah seniman-penghibur tradisional dari Jepang dengan wajah putih, bibir merah, bersanggul besar, dan mengenakan kimono (Baju tradisonal Jepang dan juga Benda paling berharga bagi seorang GEISHA, karena kimono yang bagus sangat mahal, dan mereka harus selalu mengenakan busana itu).
Warna kimono dipilih sesuai dengan musim : Hitam untuk awal tahun dan hari-hari penting, Pink untuk musim semi, Jingga untuk musim gugur, dan Hijau untuk musim dingin. Sanggul GEISHA ditata seminggu sekali oleh penata rambut profesional yang sudah berpengalaman selama puluhan tahun. Agar tatanan rambut tidak rusak, GEISHA tidur dengan leher disangga balok kayu. Jika keluar rumah, GEISHA mengenakan bakiak tinggi (sandal tradisional Jepang), agar kimononya tidak kotor.

GEISHA pertama kali muncul pada tahun 1600-an. Keberadaan geisha dalam struktur kehidupan Jepang sudah berlangsung selama 400 tahun. Awalnya GEISHA adalah seorang laki-laki. Mereka menari dan bernyanyi untuk menghibur para tamu. Lalu pada tahun 1800-an, GEISHA laki-laki digantikan oleh GEISHA perempuan.
Kebanyakan GEISHA dilahirkan dari keluarga yang miskin, mereka dijual oleh anggota keluarganya sendiri untuk mendapatkan uang, mereka sejak mereka masih kecil. Seorang calon GEISHA tinggal bersama-sama di okiya (rumah GEISHA) yang dipimpin oleh seorang ‘Ibu GEISHA. Awal menginjakkan kakinya ke rumah barunya, seorang GEISHA sudah memiliki hutang kepada pemilik rumah. Hutang yang harus dibayarnya setelah resmi menjadi seorang GEISHA. Hutang itu terus bertambah, karena seorang calon GEISHA diberi pendidikan, dan biaya untuk pendidikan GEISHA tersebut dibiyayai oleh ‘Ibu GEISHA”.

GEISHA merupakan sumber pesona di negara asalnya, Jepang. Seorang calon geisha harus menjalani pelatihan seni selagi usia dini. Seorang GEISHA harus pandai memainkan alat musik tradisional, menari, menguasai sastra, dan memiliki pengetahuan luas sehingga bisa diajak berbicara apa saja. GEISHA juga harus berperilaku lemah lembut, sopan, dan bisa menjaga rahasia serta memikat hati, bahkan mampu menciptakan suasana dramatis hanya dengan menggerakkan kipas atau menggoda seseorang dengan hanya sedikit menampilkan belakang lehernya atau sekilas pergelangan tangannya, maka dari itu seorang GEISHA disekolahkan disekolah GEISHA. Disekolahnyalah mereka diajarkan memainkan alat musik, menari,dan lain-lain. GEISHA belajar banyak bentuk seni dalam hidup mereka, tidak hanya untuk menghibur tamu tetapi juga untuk kehidupan mereka. Semasa kanak-kanak, GEISHA seringkali bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai GEISHA pemula selama masa pelatihan.


GEISHA dianggap sebagai pelacur, padahal GEISHA bukanlah seorang  pelacur, dan bukan juga seorang istri. GEISHA menjual keahlian dan ketrampilan bukan tubuh. Seorang GEISHA tidak boleh menikah tetapi ia bisa memiliki anak dari DANNAnya (Pelindung) yang menyokong biaya hidup sehari-harinya yang cukup besar, itulah tujuan seorang GEISHA. GEISHA tidak dibayar untuk melakukan hubungan seks. GEISHA hanya boleh punya hubungan khusus dengan laki-laki yang menjadi DANNAnya tersebut.
GEISHA mempunyai ritual melepas keperawanan yang disebut juga dengan ritual ‘MIZUAGE’. Ritual ini dilakukan untuk mencari penawar tertinggi, yang mampu membiayai hidup seorang GEISHA karena biaya hidup seorang GEISHA sangatlah mahal. Apabila mendapat penawaran paling tinggi dibanding para GEISHA lainnya, GEISHA ini akan merasa berharga dan terhormat. Dari sinilah banyak yang menganggap GEISHA seorang pelacur.

Pada suatu masa dalam sejarah negeri Sakura ini, GEISHA memiliki posisi yang demikian penting dan tinggi, meskipun kini mereka hampir punah ditelan zaman . . .

Salah satu tempat yang masih memiliki sisa-sisa seniman-penghibur tradisional dari Jepang ini adalah di kota Kyoto sebuah kota yang kental dengan adat istiadat Jepang masa lalu. Di kota ini ada kurang lebih 1000 buah kuil. Kota Kyoto tak ubahnya manusia bermuka 2. Bersisi wajah kehidupan masa lalu yang terus dipertahankan, dan kehidupan modern yang terus berkembang. Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Yang dikenal dengan sebusebutan ‘Kamogawa’ atau ‘Sungai Bebek’.
Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Disekitarnya ada wilayah bernama Pontocho.
Memang Kyoto merupakan basis GEISHA. Tapi di sini juga ada dua desa yang paling bergengsi dan sekaligus distrik yang paling banyak GEISHA-nya adalah Gion dan Pontocho. Di wilayah ini terdapat ‘Desa GEISHA’. Kalau di Tokyo, GEISHA banyak ditemukan di Shinbashi, Asakusa dan Kagurazaka.
Di Gion dan Pontocho, GEISHA lebih dikenal dengan sebutan GEIKO. Pada akhir abad 20 tercatat ada 10 ribu GEISHA, padahal pada tahun 1920-an ada 80 ribu GEISHA.
Kini, jumlah geisha di Tokyo tinggal sekitar ± 100 orang.
Dilatih sebagai seorang GEISHA dan tidak sembarang bergaul atau bercinta dengan sembarang orang. Hal ini untuk menjaga agar popularitas dan harga tawar tidak turun itulah GIESHA.

By : Nanang Ofriyadi


4 komentar:

ARWAN SYAHPUTRA mengatakan...

wew
mantap ajo.........
wkwkkwkwkwkwk

mudhenselatpanjang mengatakan...

ANCUR BLOGNYA BOS, , , COBA MAEN KE SITE AQ http:copasmaster.blogspot.com atau http://merantipost.blogspot.com

ANYS mengatakan...

@mudhenselatpanjang :: santai cuy kan baru belajar . . . wkwkwkwkwkwkwkwk . . . . . biasa aja tuh blognya . . . . wkwkwkwkwk

Unknown mengatakan...

apeeeeeeeeellaaaaaaaahhhhhhh.....
buat blog pun .... tak bebakat btulll...
buka aja punya gue...
http//ihandal.blogspot.com